BALEG MINTA MASUKAN TERKAIT REVISI UU PEMILU
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta berbagai masukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Centre for Electoral Reform (Cetro), dan Kemitraan terkait dengan revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah, Rabu (14/7) di gedung DPR, Ida mengatakan Perubahan UU Pemilu ini masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2010.
Perubahan RUU ini, kata Ida, merupakan usul inisiatif DPR RI dan baru pertama kalinya sejak masa Orde Baru perubahan RUU tentang Pemilu ini menjadi inisiatif DPR, dua perubahan sebelumnya merupakan usul inisiatif dari pemerintah.
Pada kesempatan tersebut, Ketua KPU H.A. Hafiz Anshary mengusulkan agar metode pencalonan anggota legislatif perlu diperlakukan sama pemenuhan syaratnya dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilukada.
Oleh karena itu, dia menyarankan perlu ditambah syarat baru yaitu tidak dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung (MA) mengingat tidak semua kabupaten/kota terdapat pengadilan niaga dan syarat baru wajib melaporkan harta kekayaannya sesuai mekanisme yang diatur oleh KPK.
Hafiz juga mengusulkan, penentuan angka prosentase 2,5% perolehan suara sah Partai Politik secara nasional untuk menetapkan Parpol yang dapat diikutsertakan dalam penghitungan kursi DPR dipertegas mengenai apa yang dimaksud dengan suara sah Parpol secara nasional. Apakah hanya terhadap suara Parpol dalam Pemilu Anggota DPRD atau termasuk suara Parpol baik untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sebaiknya, kata Hafiz, penentuan angka prosentase itu perlu diperbesar, dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi jumlah Parpol secara alamiah.
Untuk metode pencalonan anggota legislatif khususnya mengenai syarat keterwakilan perempuan 30 persen, dia mengusulkan agar diatur mengenai sanksi apabaila Parpol yang bersangkutan setelah diberikan kesempatan untuk memperbaiki pada masa perbaikan syarat calon tidak dipenuhi.
Terhadap pemutakhiran data pemilih, Hafiz mengusulkan agar mekanismenya perlu dikembalikan seperti masa lalu yaitu dilakukan oleh Pantarlih dengan pendataan rumah ke rumah, bahkan yang tidak ber KTP didaftar.
Hafiz mengatakan, sebaiknya data kependudukan dari Pemda digunakan sebagai data awal dan pembanding. Hasil pendataan oleh Partarlih tersebut setelah ditetapkan dan digunakan untuk penyelenggaraan Pemilu Legislatif, dimutakhirkan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilukada.
Menyinggung masalah logistik Pemilu yang berupa surat suara, Hafiz menyarankan agar tidak perlu ditentukan secara pasti jumlahnya mengenai surat suara yang akan digunakan dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang.
Hal ini mengingat, dapat terjadi pemungutan suara ulang di suatu daerah pemilihan jumlah pemilihnya lebih dari 1.000 pemilih.
Dia juga menyarankan agar surat suara cadangan sebanyak 2% jumlah pemilih tetap ditambah prosentasenya. Karena dalam kenyataannya surat suara cadangan tersebut tidak hanya untuk mengganti surat suara yang keliru coblos atau surat suara yang rusak, tetapi juga untuk pemilih yang menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) lain.
Sementara Direktur Eksekutif Cetro Hadar N. Gumay menyarankan agar penyelenggaraan Pemilu yang akan datang lebih disederhanakan.
Menurutnya, Pemilih pada Pemilu yang lalu terlalu direpotkan dengan banyak calon dalam surat suara yang besar ukurannya.
Dia juga mengusulkan agar sistem konstitusi kita menggunakan proporsional campuran. Hal ini juga telah dilakukan beberapa negara seperti New Zealand.
Dari Pemilu-pemilu sebelumnya Hadar mengamati, pendekatan yang ada untuk menyelesaikan berbagai permasalahan Pemilu sangat parsial dan hanya tambal sulam. Sehingga, kata Hadar, dikhawatirkan pada Pemilu yang akan datang akan terjadi permasalahan yang sama.
Dalam kesempatan tersebut dia mengapresiasi perubahan RUU Pemilu yang diajukan DPR terhadap salah satu pasal yang mengatakan bahwa KPU dapat melakukan penataan ulang daerah pemilihan bagi provinsi dan kabupaten/kota induk serta provinsi dan kabupaten/kota yang baru dibentuk.
Sedang Perwakilan dari Kemitraan Didik Suprianto mengatakan, dalam proses penyelenggaraan Pemilu yang demokratik memiliki enam parameter diantaranya adalah pengaturan semua tahapan pemilu mengandung kepastian hukum, pengaturan semua tahapan pemilu dirumuskan berdasarkan asas-asas pemilu yang demokratis yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, transparan dan akuntabel.
Selain itu, Pemilu diselenggarakan tidak hanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga sesuai dengan tahap, program dan jadual penyelenggaraan Pemilu dan sesuai dengan perencanaan operasional yang dipersiapkan KPU.
Penyelenggara pemilu, katanya, tidak hanya memiliki kemampuan dalam melaksanakan tiga tugas utamanya, tetapi juga melaksanakan tugas secara independen. (tt)